Kelompok 3
Ririn
Istiqfarini (2611413003)
Maria
Ana SSPU (2611413006)
Amach
Fatimah (2611413013)
Avian
Eka Darmawan (2611413016)
Achmad
Bahrul Huda (2611413019)
Eris
Setiabekti (2611413027)
1.
Gamelan
è Pengertian
Gamelan
Gamelan merupakan salah satu unsur dalam pementasan
wayang baik itu wayang kulit, wayang wong atau wayang yang lainnya.Gamelan
sendiri adalah alat musik perkusi dan petik serta gesek yang sering di gunkan
untuk mengiringi pagelaran wayang.
Gamelan
adalah ensembel musik yang biasanya
menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong.Istilah gamelan merujuk pada
instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan
dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel
yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran -an yang menjadikannya kata
benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa,
Madura,
Bali,
dan Lombok
di Indonesia
dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel.Di Bali dan Lombok saat ini,
dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong
lebih dianggap sinonim dengan gamelan.
è Jenis-jenis
Gamelan
Jika
ditinjau dari sumber bunyi, pada umumnya peralatan (ricikan) gamelan terdiri
dari bermacam-macam jenis. Pada umumnya gamelan terdiri dari alat musik pukul,
yaitu : bonang barung, bonang penerus, slenthem, demung, saron, peking, gender
barung, gender, penerus, gambang, kempul/ gong, kenong dan kendang. Tetapi ada
juga jenis alat musik lain, misalnya : alat musik tiup (suling), alat musik
gesek (rebab), alat musik petik (siter).
è Laras
dalam gamelan jawa
Laras merupakan satu satuan jenis nada dalam Gamelan pada
Gamelan Jawa ini mempunyai 2 (dua) macam laras yang berlainan, yaitu laras
Slendro dan laras Pelog.
Laras Slendro setiap oktaf dibagi menjadi 5 nada, yaitu 1, 2, 3, 5, 6, sedangkan laras Pelog dibagi menjadi 7 nada, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. Pada satu unit Gamelan bisa hanya berlaras Slendro atau berlaras Pelog saja.Tetapi pada Gamelan yang lengkap tersedia Gamelan berlaras Slendro dan Pelog. Karena Gamelan laras Slendro tidak sama dengan yang berlaras Pelog, maka agar kedua laras tersebut dapat digunakan sebagai satu satuan musik yang saling melengkapi, maka salah satu nadanya dibuat sma. Misalnya 6 slendro dibuat sama dengan 6 pelog. Pada perangkat, Gamelan seperti ini disebut Gamelan tumbuk 6.Ada pula Gamelan yang dibuat dengan tumbuk 5, tetapi yang umum dipakai sekarang adalah tumbuk 6. Sebagai contoh perbandingan nada dalam laras pada gamelan seperti tergambarkan pada skema di bawah ini.
Laras Slendro setiap oktaf dibagi menjadi 5 nada, yaitu 1, 2, 3, 5, 6, sedangkan laras Pelog dibagi menjadi 7 nada, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. Pada satu unit Gamelan bisa hanya berlaras Slendro atau berlaras Pelog saja.Tetapi pada Gamelan yang lengkap tersedia Gamelan berlaras Slendro dan Pelog. Karena Gamelan laras Slendro tidak sama dengan yang berlaras Pelog, maka agar kedua laras tersebut dapat digunakan sebagai satu satuan musik yang saling melengkapi, maka salah satu nadanya dibuat sma. Misalnya 6 slendro dibuat sama dengan 6 pelog. Pada perangkat, Gamelan seperti ini disebut Gamelan tumbuk 6.Ada pula Gamelan yang dibuat dengan tumbuk 5, tetapi yang umum dipakai sekarang adalah tumbuk 6. Sebagai contoh perbandingan nada dalam laras pada gamelan seperti tergambarkan pada skema di bawah ini.
è Pathet
dalam sebuah lagu karawitan
Pathet adalah tingkatan tangga nada (tinggi-rendahnya) suatu
lagu dalam Seni Karawitan. Pada lagu berlaras Slendro, pada umumnya dibagi
menjadi 3 Pathet, yaitu Pathet 6, Pathet 9, Pathet Manyura. Pada lagu laras
Slendro yang bernada Minir, biasanya disebut Barang Miring. Namun untuk
Karawitan gaya Jawa Timuran, ada kalanya mempunyai Pathet 8, Pathet 10 dsb.
Sedangkan lagu berlaras Pelog, pada umumnya dibagi menjadi 3 Pathet, yaitu Pathet
6, Pathet 5, Patet Barang. Sebagai gambaran perbandingan tinggi intonasi nada
dalam suatu Pathet pada lagu, seperti tergambarkan pada skema di bawah ini.
2.
Kelir
Kelir adalah sebuah layar berwarna
putih yang digunakan sebagai latar dalam pagelaran wayang.Kelir, rata-rata
berbentuk persegi panjang namun ada pula kelir yang berbantuk setengah
lingkaran, kelir setengah lingkaran tersebut pernah dipakai oleh dalang Ki
Enthus Susmono seorang dalang dari Tegal Jawa Tengah.
Panjang kelir kira-kira 2m-12m, sedangkan
lebarnya kira-kira 1,5m-2,5m. Dalam penggunaannya, kelir juga terbagi oleh
beberapa aturan, yauitu;
1.
Kelir yang panjangnya 3m digunakan untuk
pementasan wayang kyai para yang dalam pergelaranya boleh dilihat oleh penonton umum dan peralatan ini juga
disewakan kepada masyarakat luas
yang membutuhkannya.
2.
Kelir yang panjangnya 4m digunakan untuk
pementasan wayang Kyai Jimat, Kyai Kadung, dan Kyai Kanyut. Ketiga jenis wayang ini hanya dipergelarkan khusus untuk
keluarga raja saja.
3. Kelir
yang terpendek biasanya hanya digunakan untuk kebutuhan belajar bagi para calon
Dalang, tanpa menggunakan simpingan.
Menurut K. P. A.
Kusumadilaga, bagian kelir baik panjang dan lebarnya dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu;
1. Bagian
tengah diukur dari tengah-tengah kelir dimana terdapat blencong atau lampu untuk menerangi pagelaran wayang.
2. Bagian
samping kanan jaraknya satu lengan dari tangan kanan dalang. Ini fungsinya
untuk tempat simpingan wayang kanan.
3. Bagian
samping kiri jaraknya satu lengan lebih satu jengkal dari tangan dalang. Ini
fungsinya sama dengan bagian kanan, yaitu sebagai tempat simpingan wayang
sebelah kiri.
Alasan mengapa bagian yang sebelah kiri lebih
panjang satu jengakal dibandingkan bagian kanan aadalah untuk mengantisipasi
adegan kerajaan, karena kiri itu tempat punggawa raja menghadap, yang jumlahnya
pasti lebih banyak dibandingkan sebelah kanan yang untuk menancapkan raja dan
dayang-dayang saja.
Lebar kelir menurut Kusumadilaga dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu;
1. Bagian
atas disebut dengan langitan
2. Bagian
tengah disebut dengan jagatan
3. Bagian
bawah disebut dengan palemahan
(Kamajaya, Sudibya Z. Hadi Sucipto
1981: 51-52)
Kelir terbuat
dari bahan kain sejenis catoon bukan nilon atau orang jawa sering menyebutnya mekao. Bahan ini dipilih karena tidak
terlalu licin sehingga jika wayang ditempelkan ke kelir tidak akan mudah goyang
ke kanan dan ke kiri, dalang bisa mengendalikan gerak wayang dengan mudah.
Di semua sisi pinggirnya kelir di balut dengan kain warna hitam,
dengan lekukan tertentu.Sisi atas disebut sebagai pelangitan sedangkan
sisi bawah disebut palemahan.
Bila
suatu tokoh boneka wayang dalam
posisi terbang,
maka akan sampai menyentuh kelirbagian
atas ini.
Sedangkan palemahan berasal
dari kata lemah yang
berarti tanah sehingga dalam pakeliran lebih
difungsikan sebagai tempat berpijaknya wayang.
Jika tancepan wayang
di atas garis palemahan, wayang tersebut
akan terlihat mengambang.
Sisi kanan kiri kelir dijahit berlubang untuk tempat
meletakkan sligi,
yakni semacam tiang kecil yang terbuat dari bambu atau kayu untuk membentangkan
kelir di bagaian kanan dan kiri yang ditancapkan pada batang pisang di
bagian bawahnya sedangkan bagian atas dihubungkan dengan gawangan kelir.
Disi atas dan bawah kelir juga di jahitkan besi benbentuk
bulatan atau segitiga kecil yang berfungsi untuk mengencangkan kelir dengan tali di
bagian atas yang bernama plunturdan
dengan placak atau placek di
bagian bawah.
Informasi tentang pertunjukan wayang menggunakan
kelir sudah ada sejak abad XII, seperti yang termuat dalam kitab Wrettasancaya
yang dilukiskan dengan kata-kata "Lwir mawayang tahen gati nikang wukir
kineliran himarang anipis".
Tulisan tersebut diterjemahkan oleh Kern "Semua
pepohonan seperti wayang dengan mega-mega yang mengawang menutupi seperti kelir
atau layar.(Hazeu 1978:42).
Berita lain adanya kelir juga termuat dalam Kitab
Tantu Panggelaran, bahwa pertunjukan wayang sudah
menggunakan kelir. Hal itu diceritakan turunnya para dewa ke
mayapada yakni, Batara Icwara (Syiwa), Batara Brahma dan Batara Wisnu mendalang
dengan menggunakan peralatan pangung dan kelir atau layar.
(1979: 42-44).
Pada perkembangannya bentuk kelir ini tidak hanya benbentuk empat
persegi panjang, tetapi untuk kebutuhan tertentu kelir ada yang dibuat dengan
bentuk setengah lingkaran sebagaimana separuh bola dunia dengan bergambarkan
pulau-pulau di sisi bagian atas. Kelir sangat berkaitan erat dengan gawangan kelir, gedebog, tapakdoro, kotak wayang,keprak, samir/semyok.
3.
BLENCONG
Blencong dalam istilah pedalangan lebih menunjuk kepada suatu alat
penerangan untuk pertunjukan wayang pada masa lampau yang menggunakan bahan
bakar minyak kelapa.Lampu blencong ini berbentuk macam-macam ada yang berbentuk
seperti burung Jatayu, ada yang berbentuk seperti celengan dengan sayap kiri
dan kanan.Blencong ini terbuat dari kayu berukir ataupun perunggu,
dengan lubang di tengah untuk menaruh minyak dan mempunyai sumbu yang menghadap ke arah kelir/ layar.
Blencong
merupakan alat penerangan yang berfungsi untuk menghidupkan bayangan wayang di kelir/layar. Wayang yang mempunyai cat dasar prada emas akan terlihat lebih hidup. Begitu
pula bayangan yang dihasilkan jika dilihat dari belakang layar akan terlihat
lebih artistik. Terpaan angin terhadap sumbu blencong akan membawa efek
tersendiri pada wayang yang sedang ditampilkan oleh seorang dalang.
Dalang
perlu mengecek dan membenahi untuk menarik sumbu blencong agar tidak padam dan
sinarnya sesuai dengan kebutuhan pergelaran. Satu alat lain yang namanya sumpitdiperlukan
untuk menjepit sumbu blencong yang biasanya terbuat dari kain atau kapas yang
telah dibentuk seperti tali. Kehati-hatian seorang Dalang juga mutlak
diperlukan dalam menggunakan sumpit ini, karena percikan api blencong mudah
membakar kain yang dikenakan oleh Dalang.
Namun
blencong saat ini sudah jarang dipergunakan karena dianggap tidak praktis dan
sinarnya kurang terang.Pada perkembangannya blencong digantikan dengan lampu
petromak. Di zaman yang serba listrik ini blencong diganti dengan lampu bohlam
(lampu pijar), bahkan saat sekarang karena pergelaran wayang sering
diselenggarakan di lapangan luas dan akbar maka lampu blencong digantikan
dengan lampu halogen (sejenis lampu mobil) 1000 watt.
Pergelaran
wayang yang menggunakan lampu blencong pada saat sekarang hanya terdapat di
keraton saja dan hanya untuk acara ritual khusus seperti ruwatan dan pentas
pesanan para turis manca negara yang menghendaki pergelaran wayang seperti
aslinya tempo dulu.

4. KEPRAK
Keprak adalah suatu alat berbentuk
lembaran yang terbuat dari perunggu atau besi dengan ukuran kira-kira 20 x 27
cm, terdiri beberapa lempengan, diberi lobang pada bagian atasnya dan diberi
seutas tali, digantung pada kotak wayang dengan tatanan sedemikian rupa
sehingga bila di pukul akan menimbulkan efek bunyi “prak-prak”.
Dalam gelaran wayang kulit gagrak
Surakarta, keprak terdiri minimal 3 buah, ada yang 4 buah dan 5 buah.Sedangkan
untuk pakeliran Gaya Yogyakarta keprak hanya terdiri dari satu lempengan besi
saja yang di landasi dengan kayu seukuran keprak, dipukul dengan cempala besi
yang di jepit oleh kaki seorang dalang sehingga menghasilkan efek bunyi
“ting-ting”.
Agar menghasilkan suara keprak yang
bagus seorang dalang harus tahu teknik memasang keprak dan teknik membunyikan
keprak dengan baik.Keprak dalam pakeliran biasanya untuk mengiringi gerakan
wayang serta untuk memantabkan solah (gerak) wayang.Dalang wayang kulit gagrak
Surakarta saat ini lebih memilih keprak berbahan besi putih beberapa lembar di
kombinasi dengan keprak perunggu beberapa lembar, yang di yakini mempunyai efek
suara lebih nyaring.
5. Debog
Debog adalah batang pisang yang digunakan untuk menancapkan wayang (simpingan). Di simping artinmya dijajar. Baik yang
dimainkan maupun yang yang dipamerkan (display), digunakan‘debog’.
Barang tentu untuk,menancapkan‟ wayang
yang di-displayjuga ada aturan-aturan tertentu. Mana wayang yang harus
ada disebelah kanan ki dalang, mana pula yang harus berada disebelah kirinya.
Tugas ‘menyimping’ ini sesungguhnya tidak terbatas hanya
memasang wayang yang harus di-display, akan tetapi juga
mempersiapkan segala sesuatu keperluan dalang.
Misalnya menyediakan wayang-wayang yang akan digunakan (play)
sesuai urutan adegannya, menempatkan kotak wayang berikut keprak dankepyaknya,
menyediakan cempala, memasang dan menyalakan maupun mengatur
sumbu blencong, lampu minyak yang khas digunakan dalam
pertunjukan wayang kulit, dan lain-lain. Sekali-sekali juga membantu pelayanan
konsumsi (makan minum, rokok) untuk dalang. Untuk penyiapan ini terkadang
dibantu oleh anak-anak muda sebagai salah satu media pendidikan untuk mengenali
dan akhirnya mencintai wayang.
6. Kotak
Wayang
Kotak wayang berukuran
1,5 meter kali 2,5 meter ini akan merupakan peralatan dalang selain sebagaimana
sudah diutarakan merupakan tempat menyimpan wayang, juga sebagai ‘keprak’,
sekaligus tempat menggantungkan ‘kepyak’.
Dari kotak tempat menyimpan wayang ini juga akan
dikeluarkan wayang, baik yang akan ditampilkan maupun yang akan di-simping.
Di-simping artinya dijajar, di-display di kanan dan
kiri layar (kelir) yang ditancapkan di debog (batang
pisang). Kotak akan ditaruh dekat dalang, di sebelah kiri, dan ditentang yang
dekat dalang ditempatkan kepyak. Sedang kepraknya
justru bagian dari kotak yang dipukul dengan cempala.
Keprak adalah suaradhodhogan sebagai tanda,
disebut sasmita, dengan jenis tertentu diwujudkan pemukulan
pada kotak dengan menggunakan cempala. Sementara pada kepyak,
berupa tiga atau empat lempengan logam (kuningan/gangsa atau besi) yang
digantungkan pada kotak, juga dipukul dengan cempala, dalam bentuk
tanda tertentu, juga sebagai sasmita atau tanda-tanda untuk – selain mengatur
perubahan adegan – merubah, mempercepat, memperlambat, sirep,
menghentikan atau mengganti lagu (gendhing). Terdengar nada yang berbeda
antarakepyak wayang kulit Jogya dan gaya Surakarta.
7.
Cempala
merupakan piranti sekaligus ‘senjata’ bagi
dalang untuk memberikan segala perintah, baik kepada wiraniyaga,
wiraswaramaupun waranggana. Bentuknya sangat artistik,
bagaikan meru. Ia bisa dipukulkan pada kotak, sebagai keprak,
bisa pula ke kepyak, tiga/empat lempengan logam yang digantungkan
pada kotak wayang.
Pada saat ke dua tangan dalang sedang memegang wayang –
dan ini yang unik – maka tugas untuk membunyikan keprak maupun kepyak,
dengan tetap menggunakan cempala, dilakukan oleh kaki kanan ki
dalang.
Cempala – dengan desain sedemikian rupa itu – akan
dijepit di antara ibu jari dan jari telunjuk berikutnya. Menggunakan cempalamemerlukan
latihan untuk memperoleh tingkatan ketrampilan tertentu.
Memukul kotak dengan cempala, Ki Dalang dapat
memilih berbagai kemungkinan pembangun suasana dengan dhodhogan,
seperti ada-ada, pathetan, kombangan. Dapat pula sebagai perintah
kepada karawitan untuk mengawali, merubah, sirep, gesang atau
menghentikan gamelan.
Juga dapat digunakan untuk memberikan ilustrasi adegan,
seperti suara kaki kuda, suara peperangan dan lain-lain. Artinya, ketika ke dua
belah tangan ki dalang sedang memainkan wayang, maka keprak atau kepyak dapat
juga berbunyi.
Suatukeprigelan yang jarang dapat dilihat
oleh para penonton wayang, karena biasanya ia sedang asyik mengikuti adegan
yang ditampilkan di kelir (layar). Padahal untuk mencapai
tingkat keprigelan tersebut, seorang dalang harus melakukan latihan-latihan
yang intensif. Betapa tidak, keempat anggota badan, tangan dan kaki harus terus
bergerak, sementara pikiran dan pandangan terfokus pada apa yang dilakukannya di
layar / kelir.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Blencong kamis, 2 oktober 2014 jam 08.14
http://wayanggokil.blogspot.com/2012/03/kelengkapan-dalam-pagelaran-wayang.html Kamis, 2 Oktober 2014 jam
08.12 Wib
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelir kamis,
08.08 2 oktober 2014 jam 08.13 Wib
http://pengrajingamelandarisolo.blogspot.com/2014/02/keprak.htmlKamis,
2 Oktober 2014 jam 08.15 Wib
http://id.wikipedia.org/wiki/Pathet Kamis, 2 Oktober 2014 jam 08.17
Wib
http://cakdurasim.blogspot.com/2011/10/pengetahuan-karawitan.html Kamis, 2 Oktober 2014 Jam 08.18
Wib
0 komentar:
Posting Komentar