Maria dan Wahyu Blog

Senin, 29 Desember 2014

GAMELAN



Kelompok 3
Ririn Istiqfarini                       (2611413003)
Maria Ana SSPU                    (2611413006)
Amach Fatimah                       (2611413013)
Avian Eka Darmawan             (2611413016)
Achmad Bahrul Huda             (2611413019)
Eris Setiabekti                         (2611413027)

1.      Gamelan
è Pengertian Gamelan
Gamelan merupakan salah satu unsur dalam pementasan wayang baik itu wayang kulit, wayang wong atau wayang yang lainnya.Gamelan sendiri adalah alat musik perkusi dan petik serta gesek yang sering di gunkan untuk mengiringi pagelaran wayang.
Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong.Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran -an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel.Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.
è Jenis-jenis Gamelan
Jika ditinjau dari sumber bunyi, pada umumnya peralatan (ricikan) gamelan terdiri dari bermacam-macam jenis. Pada umumnya gamelan terdiri dari alat musik pukul, yaitu : bonang barung, bonang penerus, slenthem, demung, saron, peking, gender barung, gender, penerus, gambang, kempul/ gong, kenong dan kendang. Tetapi ada juga jenis alat musik lain, misalnya : alat musik tiup (suling), alat musik gesek (rebab), alat musik petik (siter).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyzxtfXUEwFB6FnhNZxZCNg6Nqy_ER5nTlIR6cWYUukMRfjMkyQ7Yb6re3GTtAjAC7ZaL2ybbhK49mlvH8ccqxaXmLHRp67q4VPEIa6aElr8UWJVoEvW_FiJTp0Dxx5DeoXLtdDJE2g0E/s320/Gamelan.JPG
è Laras dalam gamelan jawa
Laras merupakan satu satuan jenis nada dalam Gamelan pada Gamelan Jawa ini mempunyai 2 (dua) macam laras yang berlainan, yaitu laras Slendro dan laras Pelog.
Laras Slendro setiap oktaf dibagi menjadi 5 nada, yaitu 1, 2, 3, 5, 6, sedangkan laras Pelog dibagi menjadi 7 nada, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. Pada satu unit Gamelan bisa hanya berlaras Slendro atau berlaras Pelog saja.Tetapi pada Gamelan yang lengkap tersedia Gamelan berlaras Slendro dan Pelog. Karena Gamelan laras Slendro tidak sama dengan yang berlaras Pelog, maka agar kedua laras tersebut dapat digunakan sebagai satu satuan musik yang saling melengkapi, maka salah satu nadanya dibuat sma. Misalnya 6 slendro dibuat sama dengan 6 pelog. Pada perangkat, Gamelan seperti ini disebut Gamelan tumbuk 6.Ada pula Gamelan yang dibuat dengan tumbuk 5, tetapi yang umum dipakai sekarang adalah tumbuk 6. Sebagai contoh perbandingan nada dalam laras pada gamelan seperti tergambarkan pada skema di bawah ini.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwi0qJVYPnLj6SyNFsCkdJ0W8OcgUYQKe-bgH4hR3Cz4n8px_84WVMusOGj6AF-JgJdCH3k_YtCvVNFAnNOyIBhh2YahrGN4EM2S5XxrKwEQ11PT9Xb7pa7QnJ_hQfj_oOyq93QFzCnfQ/s400/skema+1.jpg
è Pathet dalam sebuah lagu karawitan
Pathet adalah tingkatan tangga nada (tinggi-rendahnya) suatu lagu dalam Seni Karawitan. Pada lagu berlaras Slendro, pada umumnya dibagi menjadi 3 Pathet, yaitu Pathet 6, Pathet 9, Pathet Manyura. Pada lagu laras Slendro yang bernada Minir, biasanya disebut Barang Miring. Namun untuk Karawitan gaya Jawa Timuran, ada kalanya mempunyai Pathet 8, Pathet 10 dsb. Sedangkan lagu berlaras Pelog, pada umumnya dibagi menjadi 3 Pathet, yaitu Pathet 6, Pathet 5, Patet Barang. Sebagai gambaran perbandingan tinggi intonasi nada dalam suatu Pathet pada lagu, seperti tergambarkan pada skema di bawah ini.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGqBhenx7DvTDY4G_Y51XAEMRSgopDWyVRL2dwj0_u94l3v-bCUUR0OYv9HRLushs1Sblzfdf6u_K1NVRT81AX85zqZx4j2iKDEYHVx_oT-3-U7POjcgOs9rk8tM9oBpG4Ma0XshX-Quo/s400/skema+2.jpg
2.      Kelir
Kelir adalah sebuah layar berwarna putih yang digunakan sebagai latar dalam pagelaran wayang.Kelir, rata-rata berbentuk persegi panjang namun ada pula kelir yang berbantuk setengah lingkaran, kelir setengah lingkaran tersebut pernah dipakai oleh dalang Ki Enthus Susmono seorang dalang dari Tegal Jawa Tengah.
Panjang kelir kira-kira 2m-12m, sedangkan lebarnya kira-kira 1,5m-2,5m. Dalam penggunaannya, kelir juga terbagi oleh beberapa aturan, yauitu;
1.      Kelir yang panjangnya 3m digunakan untuk pementasan wayang kyai para yang dalam pergelaranya boleh dilihat oleh penonton umum dan peralatan ini juga disewakan kepada masyarakat luas yang membutuhkannya.
2.      Kelir yang panjangnya 4m digunakan untuk pementasan wayang Kyai Jimat, Kyai Kadung, dan Kyai Kanyut. Ketiga jenis wayang ini hanya dipergelarkan khusus untuk keluarga raja saja.
3.      Kelir yang terpendek biasanya hanya digunakan untuk kebutuhan belajar bagi para calon Dalang, tanpa menggunakan simpingan.
Menurut K. P. A. Kusumadilaga, bagian kelir baik panjang dan lebarnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu;
1.      Bagian tengah diukur dari tengah-tengah kelir dimana terdapat blencong atau lampu untuk menerangi pagelaran wayang.
2.      Bagian samping kanan jaraknya satu lengan dari tangan kanan dalang. Ini fungsinya untuk tempat simpingan wayang kanan.
3.      Bagian samping kiri jaraknya satu lengan lebih satu jengkal dari tangan dalang. Ini fungsinya sama dengan bagian kanan, yaitu sebagai tempat simpingan wayang sebelah kiri.
Alasan mengapa bagian yang sebelah kiri lebih panjang satu jengakal dibandingkan bagian kanan aadalah untuk mengantisipasi adegan kerajaan, karena kiri itu tempat punggawa raja menghadap, yang jumlahnya pasti lebih banyak dibandingkan sebelah kanan yang untuk menancapkan raja dan dayang-dayang saja.
Lebar kelir menurut Kusumadilaga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu;
1.      Bagian atas disebut dengan langitan
2.      Bagian tengah disebut dengan jagatan
3.      Bagian bawah disebut dengan palemahan
(Kamajaya, Sudibya Z. Hadi Sucipto 1981: 51-52)
Kelir terbuat dari bahan kain sejenis catoon bukan nilon atau orang jawa sering menyebutnya mekao. Bahan ini dipilih karena tidak terlalu licin sehingga jika wayang ditempelkan ke kelir tidak akan mudah goyang ke kanan dan ke kiri, dalang bisa mengendalikan gerak wayang dengan mudah.
Di semua sisi pinggirnya kelir di balut dengan kain warna hitam, dengan lekukan tertentu.Sisi atas disebut sebagai pelangitan sedangkan sisi bawah disebut palemahan.
Disebut pelangitan karena letaknya di atas dan difungsikan sebagai langitnya wayang.
Bila suatu tokoh boneka wayang dalam posisi terbang, maka akan sampai menyentuh kelirbagian atas ini.
Sedangkan palemahan berasal dari kata lemah yang berarti tanah sehingga dalam pakeliran lebih difungsikan sebagai tempat berpijaknya wayang. Jika tancepan wayang di atas garis palemahan, wayang tersebut akan terlihat mengambang.
Sisi kanan kiri kelir dijahit berlubang untuk tempat meletakkan sligi, yakni semacam tiang kecil yang terbuat dari bambu atau kayu untuk membentangkan kelir di bagaian kanan dan kiri yang ditancapkan pada batang pisang di bagian bawahnya sedangkan bagian atas dihubungkan dengan gawangan kelir.
Disi atas dan bawah kelir juga di jahitkan besi benbentuk bulatan atau segitiga kecil yang berfungsi untuk mengencangkan kelir dengan tali di bagian atas yang bernama plunturdan dengan placak atau placek di bagian bawah.
Informasi tentang pertunjukan wayang menggunakan kelir sudah ada sejak abad XII, seperti yang termuat dalam kitab Wrettasancaya yang dilukiskan dengan kata-kata "Lwir mawayang tahen gati nikang wukir kineliran himarang anipis".
Tulisan tersebut diterjemahkan oleh Kern "Semua pepohonan seperti wayang dengan mega-mega yang mengawang menutupi seperti kelir atau layar.(Hazeu 1978:42).
Berita lain adanya kelir juga termuat dalam Kitab Tantu Panggelaran, bahwa pertunjukan wayang sudah menggunakan kelir. Hal itu diceritakan turunnya para dewa ke mayapada yakni, Batara Icwara (Syiwa), Batara Brahma dan Batara Wisnu mendalang dengan menggunakan peralatan pangung dan kelir atau layar. (1979: 42-44).
Pada perkembangannya bentuk kelir ini tidak hanya benbentuk empat persegi panjang, tetapi untuk kebutuhan tertentu kelir ada yang dibuat dengan bentuk setengah lingkaran sebagaimana separuh bola dunia dengan bergambarkan pulau-pulau di sisi bagian atas. Kelir sangat berkaitan erat dengan gawangan kelir, gedebog, tapakdoro, kotak wayang,keprak, samir/semyok.

3. BLENCONG
Blencong dalam istilah pedalangan lebih menunjuk kepada suatu alat penerangan untuk pertunjukan wayang pada masa lampau yang menggunakan bahan bakar minyak kelapa.Lampu blencong ini berbentuk macam-macam ada yang berbentuk seperti burung Jatayu, ada yang berbentuk seperti celengan dengan sayap kiri dan kanan.Blencong ini terbuat dari kayu berukir ataupun perunggu, dengan lubang di tengah untuk menaruh minyak dan mempunyai sumbu yang menghadap ke arah kelir/ layar.
Blencong merupakan alat penerangan yang berfungsi untuk menghidupkan bayangan wayang di kelir/layar. Wayang yang mempunyai cat dasar prada emas akan terlihat lebih hidup. Begitu pula bayangan yang dihasilkan jika dilihat dari belakang layar akan terlihat lebih artistik. Terpaan angin terhadap sumbu blencong akan membawa efek tersendiri pada wayang yang sedang ditampilkan oleh seorang dalang.
Dalang perlu mengecek dan membenahi untuk menarik sumbu blencong agar tidak padam dan sinarnya sesuai dengan kebutuhan pergelaran. Satu alat lain yang namanya sumpitdiperlukan untuk menjepit sumbu blencong yang biasanya terbuat dari kain atau kapas yang telah dibentuk seperti tali. Kehati-hatian seorang Dalang juga mutlak diperlukan dalam menggunakan sumpit ini, karena percikan api blencong mudah membakar kain yang dikenakan oleh Dalang.
Namun blencong saat ini sudah jarang dipergunakan karena dianggap tidak praktis dan sinarnya kurang terang.Pada perkembangannya blencong digantikan dengan lampu petromak. Di zaman yang serba listrik ini blencong diganti dengan lampu bohlam (lampu pijar), bahkan saat sekarang karena pergelaran wayang sering diselenggarakan di lapangan luas dan akbar maka lampu blencong digantikan dengan lampu halogen (sejenis lampu mobil) 1000 watt.
Pergelaran wayang yang menggunakan lampu blencong pada saat sekarang hanya terdapat di keraton saja dan hanya untuk acara ritual khusus seperti ruwatan dan pentas pesanan para turis manca negara yang menghendaki pergelaran wayang seperti aslinya tempo dulu.
Keprak

4.      KEPRAK
Keprak adalah suatu alat berbentuk lembaran yang terbuat dari perunggu atau besi dengan ukuran kira-kira 20 x 27 cm, terdiri beberapa lempengan, diberi lobang pada bagian atasnya dan diberi seutas tali, digantung pada kotak wayang dengan tatanan sedemikian rupa sehingga bila di pukul akan menimbulkan efek bunyi “prak-prak”.
Dalam gelaran wayang kulit gagrak Surakarta, keprak terdiri minimal 3 buah, ada yang 4 buah dan 5 buah.Sedangkan untuk pakeliran Gaya Yogyakarta keprak hanya terdiri dari satu lempengan besi saja yang di landasi dengan kayu seukuran keprak, dipukul dengan cempala besi yang di jepit oleh kaki seorang dalang sehingga menghasilkan efek bunyi “ting-ting”.
Agar menghasilkan suara keprak yang bagus seorang dalang harus tahu teknik memasang keprak dan teknik membunyikan keprak dengan baik.Keprak dalam pakeliran biasanya untuk mengiringi gerakan wayang serta untuk memantabkan solah (gerak) wayang.Dalang wayang kulit gagrak Surakarta saat ini lebih memilih keprak berbahan besi putih beberapa lembar di kombinasi dengan keprak perunggu beberapa lembar, yang di yakini mempunyai efek suara lebih nyaring.

5.      Debog
Debog adalah batang pisang yang digunakan untuk menancapkan wayang (simpingan). Di simping artinmya dijajar. Baik yang dimainkan maupun yang yang dipamerkan (display), digunakan‘debog’. 
Barang tentu untuk,menancapkan wayang yang di-displayjuga ada aturan-aturan tertentu. Mana wayang yang harus ada disebelah kanan ki dalang, mana pula yang harus berada disebelah kirinya. Tugas ‘menyimping’ ini sesungguhnya tidak terbatas hanya memasang wayang yang harus di-display, akan tetapi juga mempersiapkan segala sesuatu keperluan dalang.
Misalnya menyediakan wayang-wayang yang akan digunakan (play) sesuai urutan adegannya, menempatkan kotak wayang berikut keprak dankepyaknya, menyediakan cempala, memasang dan menyalakan maupun mengatur sumbu blencong, lampu minyak yang khas digunakan dalam pertunjukan wayang kulit, dan lain-lain. Sekali-sekali juga membantu pelayanan konsumsi (makan minum, rokok) untuk dalang. Untuk penyiapan ini terkadang dibantu oleh anak-anak muda sebagai salah satu media pendidikan untuk mengenali dan akhirnya mencintai wayang.

6.      Kotak Wayang
Kotak wayang berukuran 1,5 meter kali 2,5 meter ini akan merupakan peralatan dalang selain sebagaimana sudah diutarakan merupakan tempat menyimpan wayang, juga sebagai ‘keprak’, sekaligus tempat menggantungkan ‘kepyak’.
Dari kotak tempat menyimpan wayang ini juga akan dikeluarkan wayang, baik yang akan ditampilkan maupun yang akan di-simping. Di-simping artinya dijajar, di-display di kanan dan kiri layar (kelir) yang ditancapkan di debog (batang pisang). Kotak akan ditaruh dekat dalang, di sebelah kiri, dan ditentang yang dekat dalang ditempatkan kepyak. Sedang kepraknya justru bagian dari kotak yang dipukul dengan cempala.
Keprak adalah suaradhodhogan sebagai tanda, disebut sasmita, dengan jenis tertentu diwujudkan pemukulan pada kotak dengan menggunakan cempala. Sementara pada kepyak, berupa tiga atau empat lempengan logam (kuningan/gangsa atau besi) yang digantungkan pada kotak, juga dipukul dengan cempala, dalam bentuk tanda tertentu, juga sebagai sasmita atau tanda-tanda untuk – selain mengatur perubahan adegan – merubah, mempercepat, memperlambat, sirep, menghentikan atau mengganti lagu (gendhing). Terdengar nada yang berbeda antarakepyak wayang kulit Jogya dan gaya Surakarta.
7.      Cempala 
merupakan piranti sekaligus ‘senjata’ bagi dalang untuk memberikan segala perintah, baik kepada wiraniyaga, wiraswaramaupun waranggana. Bentuknya sangat artistik, bagaikan meru. Ia bisa dipukulkan pada kotak, sebagai keprak, bisa pula ke kepyak, tiga/empat lempengan logam yang digantungkan pada kotak wayang.
Pada saat ke dua tangan dalang sedang memegang wayang – dan ini yang unik – maka tugas untuk membunyikan keprak maupun kepyak, dengan tetap menggunakan cempala, dilakukan oleh kaki kanan ki dalang.
Cempala – dengan desain sedemikian rupa itu – akan dijepit di antara ibu jari dan jari telunjuk berikutnya. Menggunakan cempalamemerlukan latihan untuk memperoleh tingkatan ketrampilan tertentu.
Memukul kotak dengan cempala, Ki Dalang dapat memilih berbagai kemungkinan pembangun suasana dengan dhodhogan, seperti ada-ada, pathetan, kombangan. Dapat pula sebagai perintah kepada karawitan untuk mengawali, merubah, sirep, gesang atau menghentikan gamelan.
Juga dapat digunakan untuk memberikan ilustrasi adegan, seperti suara kaki kuda, suara peperangan dan lain-lain. Artinya, ketika ke dua belah tangan ki dalang sedang memainkan wayang, maka keprak atau kepyak dapat juga berbunyi.
Suatukeprigelan yang jarang dapat dilihat oleh para penonton wayang, karena biasanya ia sedang asyik mengikuti adegan yang ditampilkan di kelir (layar). Padahal untuk mencapai tingkat keprigelan tersebut, seorang dalang harus melakukan latihan-latihan yang intensif. Betapa tidak, keempat anggota badan, tangan dan kaki harus terus bergerak, sementara pikiran dan pandangan terfokus pada apa yang dilakukannya di layar / kelir.


Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Blencong kamis, 2 oktober 2014 jam 08.14
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelir kamis, 08.08 2 oktober 2014 jam 08.13 Wib
http://id.wikipedia.org/wiki/Pathet Kamis, 2 Oktober 2014 jam 08.17 Wib

0 komentar:

Posting Komentar