Tradisi Mitoni (Tujuh Bulanan) di
Kabupaten Boyolali
Tradisi Mitoni
merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai saat ini masih dilakukan
oleh sebagian masyarakat Jawa. Upacara ini merupakan adat kebiasaan tau upacara
yang dilakukan pada bulan ketujuh masa kehamilan pertama seorang perempuan
dengan tujuan agar embrio dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa
memperoleh keselamatan.
Upacara-upacara yang
dilakukan dalam masa kehamilan, yaitu:
a. Siraman
b. Memasukkan
telur ayam kampun ke dalam kain calon ibu oleh sang suami
c. Ganti
busana
d. Memasukkan
kelapa gading muda
e. Memutus
lawe atau lilitan benang atau janur
f. Memecahkan
periuk dan gayung
g. Minum
jamu sorongan
h. nyolong endhog
Pada hakikatnya,
ini adalah upacara peralihan yang dipercaya sebagai sarana untuk menghilangkan
petaka, yaitu semacam inisiasi yang menunjukkan bahwa upacara-upacara itu
merupakan penghayatan unsur-unsur kepercayaan lama.
Selain itu,
terdapat suatu aspek solidaritas primordial terutama adalah adat istiadat yang
secara turun-temurun dilestarikan oleh kelompok sosialnya. Mengabaikan adat
istiadat akan mengakibatkan celaan dan nama buruk bagi keluarga yang
bersangkutan dimata kelompok sosial masyarakat.
Setting
Tempat dan Waktu
Mitoni tidak
dapat diselengggarakan sewaktu-waktu, biasanya memilih hari yang dianggap baik
untuk menyelenggarakan upacara mitoni. Orang Jawa percaya bahwa hari baik untuk
upacara mitoni adalah hari selasa (senin siang sampai malam) atau sabtu (jumat
siang sampai malam) dan diselenggarakan pada waktu siang atau sore hari.
Sedangkan tempat
untuk menyelenggarakan upacara biasanya dipilih di depan suatu tempat yang
biasa disebut dengan pasren, yaitu senthong tengah. Pesren erat sekali dengan
kaum petani sebagai tempat untuk memuja Dewi Sri, dewi padi. Karena kebanyakan
masyarakat sekarang tidak mempunyai senthong, maka upacara mitoni biasanya
diselenggarakan di ruang keluarga atau ruang yang mempunyai luas yang cukup
untuk menyelenggarakan upacara.
Pelaku,
Tata Cara, dan Perlengkapan
Secara teknis,
penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau anggota keluarga yang
dianggap sebagai yang tertua. Kahadiran dukun ini lebih bersifat seremonial,
dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara-upacara kehamilan.
Serangkaian upacara yang diselenggarakan pada upacara mitoni adalah:
1. Siraman
atau mandi, merupakan simbol upacara sebagai penyematan tanda pembersihan diri,
baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini bertujuan membebaskan
calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak si calon ibu melahirkan anak
tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya menjadi lancar.
Upacara siraman dilakukan di kamar mandi dan dipimpin oleh dukun atau anggota
keluarga yang dianggap sebagai yang tertua.
2. Upacara
memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain (sarung) si calon ibu oleh sang
suami melalui perut dari atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara
ini dilaksanakan di tempat siraman (kamar mandi) sebagi simbol harapan agar
bayi lahir dengan mudah tanpa hambatan.
3. Upacara
brojolan atau memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari
Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra kedalam sarung dari atas perut
calon ibu ke bawah. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi
lahir denngan mudah tanpa kesulitan.
4. Upacara
brojolan dilakukan di depan senthong tengah atau pasren oleh nenek calon bayi
(ibu dari ibu si bayi) dan di terima oleh nenek besan. Kedua kelapa itu lalu di
tidurkan di atas tempat tidur layaknya menidurkan bayi. Secara simbolis gambar
Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra melambangkan kalau si bayi
lahir dengan elok rupawan dan memiliki sifat-sifat luhur seperti tokoh yang di
gambarkan tersebut. Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra merupakan
tokoh ideal orang jawa.
5. Upacara
ganti busana di lakukan dengan jenis kain sebanyak 7 (tujuh) buah dengan motif
kain yang berbeda. Motif kain dan kemben yang akan dipakai dan dipilih yang
terbaik dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang
tersirat dalam lambang kain.
Motif
kain tersebut adalah:
ü Sidomukti (melambangkan
kebahagiaan)
ü Sidoluhur (melambangkan
kemulyaan)
ü Truntum (melambangkan
agar nilai-nilai kebaikan di pegang teguh)
ü Parangkusuma
(melambangkan perjuangan untuk tetap hidup)
ü Semen rama (melambangkan
agar cinta kedua orang tua yang sebentar lagi menjadi bapak-ibu tetap bertahan
selama-lamanya atau tidak terceraikan)
ü Udan riris (melambangkan
harapan-harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan lahir selalu
menyenangkan)
ü Cakar ayam (melambangkan
agar anak yang akan lahir kelak dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya)
ü Kain
terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik yang bermotif lasem dengan
kemben motif dringin. Upacara ini di lakukan di senthong tengah.
6. Upacara
memutus lilitan janur atau lelawe yang di lingkarkan di perut calon ibu. Janur
atau lawe dapat di ganti dengan daun kelapa atau janur. Lilitan ini harus di
putus oleh calon ayah dengan maksut agar kelahiran bayi lancar.
7. Upacara
memecah periuk dan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa (siwur). Maksutnya
adalah memberi sawab (doa dan puji
keselamatan) agar nanti kalau si ibu masih mengandung lagi, kelahirannya juga
tetap mudah.
8. Upacara
minum jamu sorongan, melambangkan
agar anak yang di kandung akan mudah di lahirkan seperti di dorong (disurung).
9. Upacara
nyolong endhog, melambangkan agar
kelahiran anak cepat dan lancar seperti pencuri yang lari membawa curiannya.
Upacara ini dilaksanakan oleh calon ayah dengan mengambil telur dan membawanya
lari dengan cepat mengelilingi kampung.
Dengan
dilaksanakannya seluruh upacara tersebut di atas, upacara mitoni di anggap
selesai di tandai dengan doa yang di pimpin oleh dukun dengan mengelilingi
selamatan. Selamatan atau sesaji sebagian di bawa pulang oleh yang menghadiri
atau meramaikan upacara tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar